Berita ini diberdayakan untuk tempo.co
Oleh; Tempo.co

TEMPO.CO, Jakarta – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma mengatakan pemimpin harus bertindak hati-hati ketika menghadapi warga yang berpikir lebih baik mati karena Covid-19 daripada kelaparan. “Itu adalah dilema kami. Kita harus mikir sebagai pemimpin, dia mati kelaparan atau mati karena virus,” kata Risma dalam telekonferesi di acara ‘Ini Budi’ pada Sabtu lalu, 6 Juni 2020. “Kita harus hati-hati.”
Risma menerangkan pemimpin harus bijak dan memahami pola pikir warga, terutama pendatang yang tak memiliki KTP Surabaya. Karena itu dia tak mau terlalu lama membatasi pergerakan mereka.
“Mereka kalau lapar siapa yang nganu (kasih makan)? Di data kami enggak ada, karena bukan warga Surabaya.”
Meski menerapkan kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), Risma melanjutkan, perekonomian di Surabaya tetap berjalan. Cara yang dilakukannya adalah menetapkan protokol di sejumlah tempat, seperti pasar, pertokoan, dan perkampungan untuk memutus mata rantai penularan.
Di pasar, misalnya, Risma membuat pemetaan dan membatasi waktu berjualan bagi pedagang.
“Kamu jualan hanya bisa sampai jam 09.00 malam. Kita beri sanitizer. Jadi seperti itu yang harus kita lakukan,” tutur Risma.
Dia juga mengatur secara detil proses transaksi yang dilakukan pedagang dan pembeli. Misalnya, pembeli hanya boleh menunjuk barang, dilarang memegang barang dagangan.
“Bagaimana pedagang nerima uang, memberikan kembalian? Tidak boleh serta merta tukar-tukar gitu,” ujarnya.
More Stories
Buton Utara, Potensi Korupsi Marak Di Depan Mata
Ini Pengalaman 9 Kepala Daerah Disuntik Vaksin Covid-19, Mengaku Tegang hingga Rasanya Seperti Digigit Semut
Gempa Majene, RS Mitra Manakkara Ambruk, 6 Pasien dan Keluarganya Terjebak di Reruntuhan