HOME, NEWS  

Jika Merger, Bank Syariah BUMN Jadi Terbesar ke-8

@ Disediakan oleh Bandar Betoambari, Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo

Berita ini diberdayakan untuk tempo.co
Oleh Tempo.co

© Copyright (c) 2016 TEMPO.CO foto

TEMPO.CO, Jakarta – Penggabungan atau merger Bank Syariah milik Bank BUMN terus berjalan. Jika nanti rampung, maka bank hasil merger ini akan menjadi yang terbesar ke-8 di Tanah Air.

“Jadi sudah lumayan,” kata Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo saat dihubungi Tempo di Jakarta, Ahad, 5 Juli 2020.

Rencana merger bank syariah ini sebenarnya sudah disiapkan sejak awal 2019. Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, dan BTN Syariah, akan dilebur demi akselerasi ekonomi syariah di tanah air. Beberapa hari lalu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan merger ditargetkan rampung Februari 2021.

Meski demikian, tantangan untuk menjadi bank syariah yang lebih besar masih banyak. Meski menjadi yang terbesar ke-8 di Indonesia, namun masih kalah dari bank syariah lain di negara seperti Kuwait dan Malaysia. “Mereka relatif sudah besar” kata Ventje.

Lebih lanjut, merger bank syariah BUMN ini merupakan salah satu motor untuk pengembangan ekonomi syariah di tanah air. Periode pendirian bank syariah sudah selesai. Sehingga, sekarang memasuki periode pengembangan. “Salah satunya caranya konsolidasi dan merger,” kata Ventje.

Upaya ini pun, kata dia, sesuai dengan apa yang yang dicanangkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Targetnya, Indonesia menjadi pemain terkemuka ekonomi keuangan syariah global. “Ini menjadi aspirasi nasional,” kata Ventje.

@ Disediakan oleh Bandar Betoambari, Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo

Tidak semua setuju.

Pengurus Pusat Muhammadiyah misalnya menganjurkan penggabungan atau merger Bank Syariah ini tidak dilanjutkan. Muhammadiyah khawatir jika semakin besar sebuah bank, semakin besar pula kecenderungannya terdorong menyalurkan pembiayaannya kepada korporasi karena lebih praktis.

“Kami mengharapkan pengelolaan perbankan syariah milik BUMN ini tidak perlu dimerger dan mereka oleh pemerintah difokuskan saja untuk menggarap dan memajukan UMKM dan tidak boleh masuk ke usaha besar,” kata Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, seperti dilansir dari Bisnis.com pada Sabtu, 4 Juli 2020.

Kepada Tempo, Anwar mengatakan saat ini jumlah UMKM di Indonesia mencapai 99 persen lebih. Sementara, usaha besar hanya sekitar 0,01 persen. 62 juta UMKM dan 5 ribu usaha besar.

Dengan jumlah mayoritas seperti ini, UMKM telah mendapat jaminan penyaluran kredit perbankan. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 17/12/PBI/2015.

Pasal 2 aturan ini menyebutkan “Jumlah Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling rendah 20 persen (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan.”

Tapi dalam praktiknya, Anwar menyebut kredit yang bisa didapat 99 persen UMKM ini tak pernah sampai 20 persen. “Pertanyaan saya, adilkah itu?”

Ventje pun menilai perhatian Muhammadiyah ini pada UMKM sangatlah baik. Ia pun sepakat UMKM harus mendapatkan perhatian dalam merger ini. Dengan merger, maka permodalan akan lebih kuat, sehingga kemampuan untuk memberikan pembiayaan pada UMKM juga meningkat.

Hanya saja, kata Ventje, semua bank memang biasanya mempunyai pertimbangan dan pembagian resiko kredit. Sehingga, Ia menilai tinggal nanti ada arahan dari pemerintah khususnya untuk UMKM ini. “Apabila bank ini sudah jadi, tinggal mengarahkan seberapa besar portofolionya untuk UMKM,” kata dia.

%d blogger menyukai ini: