Klaim Dewan Pers Pada Sejumlah Organisasi Pekerja Pers Tidak Bijak

Oleh; Jacob Ereste

Informasi yang tengah beredar mengungkapkan Dewan Pers Republik Indonesia telah menegaskan bahwa hanya ada tujuh organisasi pers yang sah dan diakui.

Penegasan tersebut mengatakan hanya ada tujuh organisasi pers yang menjadi konstituen Dewan Pers.

Ketujuh organisasi pers tersebut diantaranya adalah:

  1. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
  2. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
  3. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
  4. Serikat Perusahan Pers (SPS).
  5. Perusahan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
  6. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).
  7. Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI).

Ketua Dewan Pers M. Nuh mengatakan, surat edaran resmi ini dikeluarkan terkait protes sejumlah orang yang mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan maupun organisasi pers kepada sejumlah lembaga negara.(Tampaknya seperti modus….)

“Kalau tidak diatur, setiap orang bisa mendirikan organisasi pers seenaknya,” ujarnya, ketika dikonfirmasi, sebagaiman dikutip dari Ngopibareng.Id, Minggu 25 Agustus 2019. Sebelumnya, Dewan Pers mengeluarkan surat edaran resmi itu bernomor 371/DP/K/VII 2018, tertanggal 26 Juni 2018 ditandatangani Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.

Dalam surat edaran itu, Dewan Pers menyatakan tidak mengakui adanya organisasi pers selain dari tujuh organisasi tersebut. Adapun organisasi yang tidak diakui itu di antaranya :

  1. Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).
  2. Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI).
  3. Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI).
  4. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI).
  5. Ikatan Media Online (IMO).
  6. Jaringan Media Nasional (JMN).
  7. Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOI).
  8. Forum Pers Independen Indonesia (FPII).
  9. Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK) dan lain-lain.

Dewan Pers juga mengungkap kelompok organisasi yang mengatasnamakan wartawan ini tengah melobi dan meminta ber-audensi dengan sejumlah kementerian dan lembaga, serta juga sejumlah instansi.

Untuk memenggal langkah organisasi yang dianggap ilegal ini, Dewan Pers telah mengimbau untuk tidak memberikan panggung pada kelompok ini. Karena menurut Dewan Pers kesempatan dan panggung bagi mereka — yang dianggap sebagai penunggang gelap kebebasan pers Indonesia jumlahnya akan membesar — diangap membahayakan.

Untuk menjegal langkah organisasi pers yang diangap ilegal itu, Dewan Pers langsung menyurati Menteri Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Polhukam, Menteri Komunikasi dan lnformatika, Menteri Dalam Negeri, Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Para Pimpinan BUMN/BUMD, Para Karo Humas dan Protokoler Pemprov, Pemkab, Pemkot se-Indonesia, Para Pimpinan Perusahaan di Jakarta dan di Indonesia.

Artinya, betapa dahsyat keberadaan media massa lainnya sehingga Dewan Pers yang merasa sebagai pemegang otoritas satu-satunya untuk dunia pers dan jurnalis serta mereka yang bekerja pada media massa di Indonesia.

Padahal masalah intinya insan pers atau pekerja di sektor media massa ini adalah potensi besar yang ada dibelakangnya, apakah memang hendak dimusnahkan begitu saja ?

Sebagai tandingannya, bayangkanlah dari 43.000 media online di Indonesia saja kapasitas Dewan Pers yang seharusnya melakukan pembinaan terhadap potensi sebesar itu, semakin nyata tidak bisa memberi perimbangan dan karena – hanya mampu melakukan uji kompetensi wartawan sebanyak 12.000 orang saja.

Meski diklaim bisa dilakukan oleh 27 lembaga penguji itu, lantas bagaimana dengan mereka yang bekerja pada 43.000 media online di Indonesia ini ?

Bahkan klaim terhadap perusahaan pers yang memenuhi syarat hanya sebanyak 2.200 – kecuali itu pun hanya 7 persen yang bisa dianggap memenuhi standar profesional.

Jadi jika sungguh begitu hasratnya Dewan Pers — hendak menafikan semua potensi yang ada itu — agaknya perlawanan sengit harus dihadapi dari insan pers atau mereka yang bekerja di berbagai sektor media massa, namun tidak masuk dalam 7 organisasi yang dianggap legal itu.

Demikian juga bagi mereka yang hanya bernaung dalam 9 (sembilan) organisasi pers dan media massa yang dianggap telah miliki legalitas itu atau organisasi lain yang terus bertumbuhan — yang juga tidak disebutkan dalam surat edaran Dewan Pers ini, bukan mustahil akan membuat gerakan atau bahkan faksi tersendi.

Yang lebih dahsyat lagi tentu saja – bila semua organisasi atau lembaga pers dan sejenisnya itu sepakat membuat aliansi khusus untuk membina dan menjaga serta mengembangkan model dari kelangsungan hidup yang telah menjadi pilihan mereka itu. * Jakarta, 17 Februari 2020

Editor: Taufiqurrahman Nasiru

%d blogger menyukai ini: