Berita ini diberdayakan untuk kompas.com
Oleh: Krisiandi
© Disediakan oleh Kompas.com Simulasi perang siber merupakan bagian dari kerja sama pertahanan baru antara Inggris dan AS.
JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono menilai, ancaman perang siber di jagat maya bukanlah isapan jempol. Oleh karena itu segala potensi ancaman yang mungkin timbul dari perang ini seharusnya sudah dapat di antisipasi.
Sakti mengaku, memiliki pengalaman dalam menghadapi situasi perang siber tersebut. Pasalnya, pria yang menggeluti bisnis di bidang telekomunikasi itu memiliki teknologi untuk memantau perang tersebut.
“Saya cukup punya pengalaman langsung selama delapan bulan selama pesta demokrasi kemarin. Bahkan sampai sekarang dampaknya masih ada,” kata Sakti saat berbincang dengan awak media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2019).
Pemerintah, sebut dia, sebenarnya tidak tinggal diam dalam menghadapi ancaman perang siber. Oleh karena itu pada 2017 lalu, pemerintah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Tapi sampai sekarang anggaran belum ada, sehingga belum disiapkan alat penangkal,” ujarnya.
Ia pun membandingkan kondisi keamanan siber di Indonesia dengan China. Menurut dia, pemerintah China memiliki kebijakan yang memungkinkan untuk memberikan perlindungan terhadap setiap ancaman kejahatan siber yang mungkin terjadi.
“Ibaratnya kalau mau masuk ke ruang sini, tidak bisa. Kita, bolong-bolong,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, membangun pertahanan siber menjadi sebuah kebutuhan.
Untuk mewujudkannya, diperlukan koordinasi antara Kemenhan dengan BSSN, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara (BIN) untuk membangun pertahanan serta mengantisipasi potensi perang tersebut.
“Tatanan dunia baru itu ya sekarang ini. Karena dia (perang siber) langsung nusuk ke hati. Tidak peduli dia siapa, punya gelar doktor dari universitas terkemuka sekali pun,” pungkasnya.